Selasa, 17 Januari 2012

MATERI


MEMBUAT "PENDAHULUAN" DALAM PENYUSUNAN SKRIPSI

Pendahuluan dalam penulisan sebuah proposal penelitian adalah sangat penting, Pendahuluan adalah ulasan penjelasan yang dibuat di awal penyusunan proposal penelitian. Dalam penulisannya dapat dijelaskan maksud dan tujuan dari penelitian tersebut. selain itu juga dapat dicantumkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian serta manfaat penelitian tersebut.

Latar Belakang Masalah
Agama Hindu merupakan agama universal yang memberikan kebebasan kepada para penganutnya untuk menjalankan, menghayati, dan merasakan inti sari ajarannya. Demikian pula tidak hanya dengan menghafalkan apa yang tersirat dalam kitab suci tetapi menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, karena kebebasan untuk mengalami rasa agama, maka agama Hindu adalah agama yang dirasakan oleh seluruh lapisan penganutnya, dengan sifatnya yang universal.
         Dengan demikian agama merupakan motivator dan dinamisator, dalam artian mendorong orang untuk berbuat yang baik dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai petunjuk arah, tujuan hidup dan merupakan dasar moral manusia. Masyarakat Bali khususnya yang beragama Hindu segala aktivitasnya dalam berbagai bentuk selalu diusahakan berlandaskan pada ajaran agama yang dianutnya, sehingga dikatakan sebagai suatu masyarakat yang religius.
       Sifat demikian secara nyata dapat dilihat dalam berbagai kegiatan atau usahanya dalam mencapai kebahagiaan yang abadi. Tujuan tersebut dalam agama Hindu disebut Moksartham Jagadhitaya Ca Iti Dharma, artinya tujuan agama Hindu adalah untuk mencapai kesejahteraan di dunia dan moksa. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka perlu diadakan pendidikan baik dibidang jasmani maupun mental spiritual sehingga terwujudlah tujuan yang ingin dicapai. “Salah satu cara pendidikan dibidang mental spiritual yaitu melalui pelaksanaan yajña (Surayin, 2004:9 ).
         Konsep agama Hindu adalah mewujudkan keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, antara manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya. Di Bali tiga keseimbangan itu disebut dengan Tri Hita Karana, artinya tiga faktor yang menyebabkan terwujudnya suatu kebahagiaan (Arwati, 2007:4). Kehidupan manusia di muka bumi ini selalu dihadapkan pada permasalahan yang rumit dan kompleks. Manusia hidup di alam dan dari hasil alam, oleh sebab itu manusia patut menjaga dan memelihara hubungan yang harmonis antara manusia (Bhuana Alit) dengan alam (Bhuana Agung) secara lahir dan batin.
Ketidakharmonisan   bermunculan akibat adanya berbagai masalah, antara lain muncul dari pemikiran, perkataan, dan perbuatan manusia. Sehingga alam, manusia, dan sampai tempat suci sthana-Nya Ida Sang Hyang Widhi Wasa ikut tercemar, dilain pihak ada pengaruh dari pergantian musim (panas ke hujan dan sebaliknya) menimbulkan pengaruh yang buruk pula terhadap kehidupan semua makhluk hidup di dunia ini.
Untuk memilah-milah berbagai permasalahan yang dihadapi akibat adanya ketidak harmonisan itu, maka upaya awal untuk menetralisir perlu diupayakan oleh manusia selain secara nyata melalui usaha-usaha sekala, dan secara niskala melalui pelaksanaan upacara ritual, yaitu memohon kembali kehadapan Hyang Pencipta selaku sumber-Nya, untuk memohonkan maaf dan perkenaan-Nya agar mengampuni serta memberikan anugrah keselamatan dan terhindar dari kedukaan.
         Umat Hindu di Indonesia dalam kehidupannya sehari-hari mengamalkan suatu ajaran Agama dengan pembobotan pada Acara Agama. Hal ini dapat dipahami karena Upacara Yajña itu merupakan aktifitas beragama yang dapat menjangkau tingkat kemampuan umat dalam memamahi nilai-nilai spiritual Hindu. (Pemda Bangli Kegiatan Pembinaan dan Operasional TPLAH, 2007:1).
        Berkaitan dengan penjelasan tersebut di atas di Banjar Mungsengan, Desa Catur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli memiliki suatu ritual tersendiri untuk menangkal jenis penyakit yang mengganggu kehidupan makhluk di bumi ini. Terhadap pengaruh buruk pada kehidupan makhluk hidup di bumi ini, dimohonkan setiap tahun tepatnya pada Tilem Sasih Ka Lima dilaksanakan suatu ritual kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yaitu dengan dengan cara melaksanakan Upacara Caru Cacakan Be Cundang.
      Upacara Caru Cacakan Be Cundang memiliki keunikan tersendiri, dimana pada ritual tersebut masyarakat Banjar Mungsengan, Desa Catur terlebih dahulu mempersiapkan arena sabung ayam untuk Metajen yang akan digunakan untuk mengadu ayam sebagai persyaratan upacara Tabuh Rah pada upacara tersebut.
          Sebagaimana yang dijelaskan oleh Bendesa Adat Banjar Mungsengan bahwa dalam Upacara tersebut memang harus dilaksanakan sabung ayam untuk mendapatkan Be Cundang yang nanti akan digunakan untuk upacara Caru Cacakan, hal tersebut dilakukan karena tidak diperbolehkan menggunakan Ayam yang biasa.
Akan tetapi dalam aduan tersebut hanya dilakukan tiga Seet (tiga kali aduan) saja dan tidak ada Toh  (taruhan) dalam Tajen tersebut, setelah mendapatkan daging dari ayam yang kalah tersebut langsung digunakan untuk membuat sarana Upakara. Dalam hal ini daging Be Cundang yang kalah dibagi menjadi dua, yang pertama paha yang sebelah kiri dipisahkan dari bagian daging yang lainnya, daging yang lainnya tersebut digunakan untuk membuat Urab.
          Sedangkan  Pukangan yang sebelah kiri digunakan untuk membuat sate saja, hal tersebut memiliki arti sebagai Pengiwe bagi masyarakat Banjar Mungsengan, selain itu Bendesa Adat memerintahkan setiap masyarakat diwajibkan untuk membawa Pukangan Ayam dari rumah masing-masing yang memiliki bobot minimal 200 gram dan hanya membawa kaki ayam sebelah kanan yang memiliki arti sebagai Penengen,  hal tersebut memiliki simbol menetralisirkan Bhuana Agung dan Bhuana Alit.
          Selanjutnya Pukangan Be Cundang dan Pukangan ayam yang dibawa oleh setiap masyarakat tersebut dicampur menjadi satu kemudian diolah menjadi Sate, dan masyarakat Banjar Mungsengan hanya menggunakan Be Cundang tersebut sebagai pembuatan sarana Urab dan Sate sebagai pelengkap. Tidak hanya itu saja dalam Upacara Caru Cacakan Be Cundang juga terkandung Nilai-nilai Pendidikan yang penting.
      Sehingga kehadirannya dipandang sebagai hal yang esensial (penting) yang secara proporsional mempengaruhi keselamatan kehidupan makhluk hidup di bumi ini, khususnya di Banjar Mungsengan Desa Catur, Kecamatan Kintamani. Persoalan ini menarik perhatian penulis untuk melakukan suatu penelitian yang berjudul : “Upacara Caru Cacakan Bē Cundang Sasih Ka Lima di Banjar Mungsengan Desa Catur, Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli (Tinjauan Pendidikan Agama Hindu)”

Rumusan Masalah
          Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan secara terperinci pokok-pokok permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini, sebagai berikut :
  • Bagaimana pelaksanaan Upacara Caru Cacakan  yang menggunakan Be Cundang sebagai sarana upakara di Banjar Mungsengan, Desa Catur Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli?
  • Apa fungsi dan makna Upacara Caru Cacakan yang menggunakan Be Cundang sebagai sarana upakara di Banjar Mungsengan, Desa Catur Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli?
  • Nilai-nilai Pendidikan apa saja yang terkandung dalam Pelaksanaan Upacara Caru Cacakan yang menggunakan Be Cundang Sebagai Sarana Upakara di Banjar Mungsengan, Desa Catur, Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli?
Tujuan Penelitian
       Suatu penelitian yang ilmiah sudah tentu dilandasi dengan tujuan yang ingin dicapai, karena dengan adanya tujuan yang jelas maka dapat ditentukan metode-metode yang efektif untuk mencapai tujuan yang di harapkan, agar dalam pelaksanaan kegiatan dapat terarah dengan baik dan sasaran dapat di capai. Tujuan penelitian dikategorikan menjadi dua yaitu, tujuan secara umum dan tujuan secara khusus.

Tujuan Umum
      Adapun tujuan umum yang ingin dicapai dalam penulisan karya ilmiah ini adalah bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat Banjar Mungsengan Desa Catur mengenai upacara Caru Cacakan Be Cundang Sasih Ka Lima agar menjadi jelas dan tidak didasari dengan gugon tuwon (mule keto) semata, tanpa diketahui fungsi dan makna serta nilai-nilai yang terkandung dalam upacara Caru Cacakan Be Cundang pada Sasih Ka Lima.

Tujuan Khusus
       Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:
  • Untuk mengetahui bentuk Pelaksanaan Upacara Caru Cacakan yang menggunakan Be Cundang sebagai sarana upakara di Banjar Mungsengan Desa Catur Kintamani Kabupaten Bangli.
  • Untuk mengetahui fungsi dan makna pelaksanaan Upacara Caru Cacakan yang menggunakan Be Cundang sebagai sarana upakara di Banjar Mungsengan Desa Catur Kintamani Kabupaten Bangli.
  • Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Pelaksanaan Upacara Caru Cacakan yang menggunakan Be Cundang Sebagai Sarana Upakara di Banjar Mungsengan Desa Catur Kintamani Kabupaten Bangli.
Manfaat Penelitian
     Manusia melakukan sesuatu tentu di harapkan dapat mendatangkan hasil yang bermanfaat dan berdayaguna baik bagi dirinya maupun orang lain. Di bawah ini di kemukakan manfaat penulisan penelitian ini dapat di bagi dua yaitu sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis
      Bagi mahasiswa, sebagai bahan perbandingan antara teori yang di terima di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di lapangan, dengan demikian mahasiswa dapat memiliki pengetahuan secara langsung.
Bagi masyarakat, nantinya dapat menambah sumber pengetahuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam pelaksanaan Caru Cacakan yang dilaksanakan oleh umat Hindu sebagai penetralisir (Nyomya) kekuatan Bhuta di Bhuana Alit.
         Untuk mengetahui bentuk, fungsi dan makna pelaksanaan Upacara Caru Cacakan yang menggunakan Be Cundang Sebagai Sarana Upakara di Banjar Mungsengan Desa Catur Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli.
2. Manfaat Praktis
          Ada manfaat praktis yang ingin dicapai dalam penulisan karya ilmiah ini berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, yaitu :
  • Penelitian ini akan berguna sebagai pemahaman ajaran Agama Hindu bagi masyarakat Banjar Mungsengan Desa Catur Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli.
  • Sebagai bahan pembendaharaan perpustakaan IHDN, sehingga dapat dipakai sebagai bahan perbandingan dan kajian selanjutnya bagi yang memerlukan.
  • Merangsang pihak–pihak yang berminat untuk melakukan penelitian sejenis dan menelaah persoalan–persoalan penelitian yang belum terjangkau dalam penelitian ini.

Demikianlah contoh pendahuluan dalam proposal penelitian semoga bermanfaat, setelah pembuatan Pendahuluan selanjutnya penyusun akan melanjutkan ke Bab berikutnya yakni mengenai Kajian Pustaka, Teori, Konsep dan Model Penelitian.

 Rencana Pelaksana Pembelajaran

Landasan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah PP Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 20. Disebutkan dalam presentasi sosialisasi KTSP, perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan telah dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali  pertemuan atau lebih.
Alur RPP: SK dan KD –> Silabus –> RPP
Sementara komponen minimal dari RPP adalah:
  • Tujuan Pembelajaran
  • Materi Pembelajaran
  • Metode Pembelajaran
  • Sumber Belajar
  • Penilaian Hasil Belajar
Untuk format dan langkah-langkah menyusun RPP, silakan klik linknya Disini dan untuk Silabus
klik Disini










Tidak ada komentar:

Posting Komentar