MEMBUAT "PENDAHULUAN" DALAM PENYUSUNAN SKRIPSI
Pendahuluan
dalam penulisan sebuah proposal penelitian adalah sangat penting, Pendahuluan
adalah ulasan penjelasan yang dibuat di awal penyusunan proposal penelitian.
Dalam penulisannya dapat dijelaskan maksud dan tujuan dari penelitian tersebut.
selain itu juga dapat dicantumkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian serta manfaat penelitian tersebut.
Latar
Belakang Masalah
Agama
Hindu merupakan agama universal yang memberikan kebebasan kepada para
penganutnya untuk menjalankan, menghayati, dan merasakan inti sari ajarannya.
Demikian pula tidak hanya dengan menghafalkan apa yang tersirat dalam kitab
suci tetapi menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, karena kebebasan untuk
mengalami rasa agama, maka agama Hindu adalah agama yang dirasakan oleh seluruh
lapisan penganutnya, dengan sifatnya yang universal.
Dengan demikian agama merupakan motivator dan dinamisator, dalam artian
mendorong orang untuk berbuat yang baik dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai
petunjuk arah, tujuan hidup dan merupakan dasar moral manusia. Masyarakat Bali
khususnya yang beragama Hindu segala aktivitasnya dalam berbagai bentuk selalu
diusahakan berlandaskan pada ajaran agama yang dianutnya, sehingga dikatakan
sebagai suatu masyarakat yang religius.
Sifat demikian secara nyata dapat dilihat dalam berbagai kegiatan atau usahanya
dalam mencapai kebahagiaan yang abadi. Tujuan tersebut dalam agama Hindu
disebut Moksartham Jagadhitaya Ca Iti Dharma, artinya tujuan agama Hindu adalah
untuk mencapai kesejahteraan di dunia dan moksa. Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka perlu diadakan pendidikan baik dibidang jasmani maupun mental
spiritual sehingga terwujudlah tujuan yang ingin dicapai. “Salah satu cara
pendidikan dibidang mental spiritual yaitu melalui pelaksanaan yajña (Surayin,
2004:9 ).
Konsep agama Hindu adalah mewujudkan keseimbangan antara manusia dengan Tuhan,
antara manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya. Di Bali tiga
keseimbangan itu disebut dengan Tri Hita Karana, artinya tiga faktor yang
menyebabkan terwujudnya suatu kebahagiaan (Arwati, 2007:4). Kehidupan manusia
di muka bumi ini selalu dihadapkan pada permasalahan yang rumit dan kompleks.
Manusia hidup di alam dan dari hasil alam, oleh sebab itu manusia patut menjaga
dan memelihara hubungan yang harmonis antara manusia (Bhuana Alit) dengan alam
(Bhuana Agung) secara lahir dan batin.
Ketidakharmonisan
bermunculan akibat adanya berbagai masalah, antara lain muncul dari pemikiran,
perkataan, dan perbuatan manusia. Sehingga alam, manusia, dan sampai tempat
suci sthana-Nya Ida Sang Hyang Widhi Wasa ikut tercemar, dilain pihak ada
pengaruh dari pergantian musim (panas ke hujan dan sebaliknya) menimbulkan pengaruh
yang buruk pula terhadap kehidupan semua makhluk hidup di dunia ini.
Untuk
memilah-milah berbagai permasalahan yang dihadapi akibat adanya ketidak
harmonisan itu, maka upaya awal untuk menetralisir perlu diupayakan oleh
manusia selain secara nyata melalui usaha-usaha sekala, dan secara niskala
melalui pelaksanaan upacara ritual, yaitu memohon kembali kehadapan Hyang
Pencipta selaku sumber-Nya, untuk memohonkan maaf dan perkenaan-Nya agar
mengampuni serta memberikan anugrah keselamatan dan terhindar dari kedukaan.
Umat Hindu di Indonesia dalam kehidupannya sehari-hari mengamalkan suatu ajaran
Agama dengan pembobotan pada Acara Agama. Hal ini dapat dipahami karena Upacara
Yajña itu merupakan aktifitas beragama yang dapat menjangkau tingkat kemampuan
umat dalam memamahi nilai-nilai spiritual Hindu. (Pemda Bangli Kegiatan
Pembinaan dan Operasional TPLAH, 2007:1).
Berkaitan dengan penjelasan tersebut di atas di Banjar Mungsengan, Desa Catur,
Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli memiliki suatu ritual tersendiri untuk
menangkal jenis penyakit yang mengganggu kehidupan makhluk di bumi ini.
Terhadap pengaruh buruk pada kehidupan makhluk hidup di bumi ini, dimohonkan
setiap tahun tepatnya pada Tilem Sasih Ka Lima dilaksanakan suatu ritual
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yaitu dengan dengan cara melaksanakan
Upacara Caru Cacakan Be Cundang.
Upacara Caru Cacakan Be Cundang memiliki keunikan tersendiri, dimana pada
ritual tersebut masyarakat Banjar Mungsengan, Desa Catur terlebih dahulu
mempersiapkan arena sabung ayam untuk Metajen yang akan digunakan untuk mengadu
ayam sebagai persyaratan upacara Tabuh Rah pada upacara tersebut.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Bendesa Adat Banjar Mungsengan bahwa dalam
Upacara tersebut memang harus dilaksanakan sabung ayam untuk mendapatkan Be
Cundang yang nanti akan digunakan untuk upacara Caru Cacakan, hal tersebut
dilakukan karena tidak diperbolehkan menggunakan Ayam yang biasa.
Akan
tetapi dalam aduan tersebut hanya dilakukan tiga Seet (tiga kali aduan) saja
dan tidak ada Toh (taruhan) dalam Tajen tersebut, setelah mendapatkan
daging dari ayam yang kalah tersebut langsung digunakan untuk membuat sarana
Upakara. Dalam hal ini daging Be Cundang yang kalah dibagi menjadi dua, yang
pertama paha yang sebelah kiri dipisahkan dari bagian daging yang lainnya,
daging yang lainnya tersebut digunakan untuk membuat Urab.
Sedangkan Pukangan yang sebelah kiri digunakan untuk membuat sate saja,
hal tersebut memiliki arti sebagai Pengiwe bagi masyarakat Banjar Mungsengan,
selain itu Bendesa Adat memerintahkan setiap masyarakat diwajibkan untuk
membawa Pukangan Ayam dari rumah masing-masing yang memiliki bobot minimal 200
gram dan hanya membawa kaki ayam sebelah kanan yang memiliki arti sebagai
Penengen, hal tersebut memiliki simbol menetralisirkan Bhuana Agung dan
Bhuana Alit.
Selanjutnya Pukangan Be Cundang dan Pukangan ayam yang dibawa oleh setiap
masyarakat tersebut dicampur menjadi satu kemudian diolah menjadi Sate, dan
masyarakat Banjar Mungsengan hanya menggunakan Be Cundang tersebut sebagai
pembuatan sarana Urab dan Sate sebagai pelengkap. Tidak hanya itu saja dalam
Upacara Caru Cacakan Be Cundang juga terkandung Nilai-nilai Pendidikan yang
penting.
Sehingga kehadirannya dipandang sebagai hal yang esensial (penting) yang secara
proporsional mempengaruhi keselamatan kehidupan makhluk hidup di bumi ini,
khususnya di Banjar Mungsengan Desa Catur, Kecamatan Kintamani. Persoalan ini
menarik perhatian penulis untuk melakukan suatu penelitian yang berjudul :
“Upacara Caru Cacakan Bē Cundang Sasih Ka Lima di Banjar Mungsengan Desa Catur,
Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli (Tinjauan Pendidikan Agama Hindu)”
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan secara terperinci
pokok-pokok permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini, sebagai
berikut :
- Bagaimana pelaksanaan Upacara Caru Cacakan yang menggunakan Be Cundang sebagai sarana upakara di Banjar Mungsengan, Desa Catur Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli?
- Apa fungsi dan makna Upacara Caru Cacakan yang menggunakan Be Cundang sebagai sarana upakara di Banjar Mungsengan, Desa Catur Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli?
- Nilai-nilai Pendidikan apa saja yang terkandung dalam Pelaksanaan Upacara Caru Cacakan yang menggunakan Be Cundang Sebagai Sarana Upakara di Banjar Mungsengan, Desa Catur, Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli?
Tujuan
Penelitian
Suatu penelitian yang ilmiah sudah tentu dilandasi dengan tujuan yang ingin
dicapai, karena dengan adanya tujuan yang jelas maka dapat ditentukan
metode-metode yang efektif untuk mencapai tujuan yang di harapkan, agar dalam
pelaksanaan kegiatan dapat terarah dengan baik dan sasaran dapat di capai.
Tujuan penelitian dikategorikan menjadi dua yaitu, tujuan secara umum dan
tujuan secara khusus.
Tujuan
Umum
Adapun tujuan umum yang ingin dicapai dalam penulisan karya ilmiah ini adalah
bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat Banjar Mungsengan Desa
Catur mengenai upacara Caru Cacakan Be Cundang Sasih Ka Lima agar menjadi jelas
dan tidak didasari dengan gugon tuwon (mule keto) semata, tanpa diketahui
fungsi dan makna serta nilai-nilai yang terkandung dalam upacara Caru Cacakan
Be Cundang pada Sasih Ka Lima.
Tujuan
Khusus
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi
tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:
- Untuk mengetahui bentuk Pelaksanaan Upacara Caru Cacakan yang menggunakan Be Cundang sebagai sarana upakara di Banjar Mungsengan Desa Catur Kintamani Kabupaten Bangli.
- Untuk mengetahui fungsi dan makna pelaksanaan Upacara Caru Cacakan yang menggunakan Be Cundang sebagai sarana upakara di Banjar Mungsengan Desa Catur Kintamani Kabupaten Bangli.
- Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Pelaksanaan Upacara Caru Cacakan yang menggunakan Be Cundang Sebagai Sarana Upakara di Banjar Mungsengan Desa Catur Kintamani Kabupaten Bangli.
Manfaat
Penelitian
Manusia melakukan sesuatu tentu di harapkan dapat mendatangkan hasil yang
bermanfaat dan berdayaguna baik bagi dirinya maupun orang lain. Di bawah ini di
kemukakan manfaat penulisan penelitian ini dapat di bagi dua yaitu sebagai
berikut :
1.
Manfaat Teoretis
Bagi mahasiswa, sebagai bahan perbandingan antara teori yang di terima di
bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di lapangan, dengan demikian mahasiswa
dapat memiliki pengetahuan secara langsung.
Bagi
masyarakat, nantinya dapat menambah sumber pengetahuan untuk mengetahui
nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam pelaksanaan Caru Cacakan yang
dilaksanakan oleh umat Hindu sebagai penetralisir (Nyomya) kekuatan Bhuta di
Bhuana Alit.
Untuk mengetahui bentuk, fungsi dan makna pelaksanaan Upacara Caru Cacakan yang
menggunakan Be Cundang Sebagai Sarana Upakara di Banjar Mungsengan Desa Catur
Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli.
2.
Manfaat Praktis
Ada manfaat praktis yang ingin dicapai dalam penulisan karya ilmiah ini
berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, yaitu :
- Penelitian ini akan berguna sebagai pemahaman ajaran Agama Hindu bagi masyarakat Banjar Mungsengan Desa Catur Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli.
- Sebagai bahan pembendaharaan perpustakaan IHDN, sehingga dapat dipakai sebagai bahan perbandingan dan kajian selanjutnya bagi yang memerlukan.
- Merangsang pihak–pihak yang berminat untuk melakukan penelitian sejenis dan menelaah persoalan–persoalan penelitian yang belum terjangkau dalam penelitian ini.
Demikianlah contoh pendahuluan dalam
proposal penelitian semoga bermanfaat, setelah pembuatan Pendahuluan
selanjutnya penyusun akan melanjutkan ke Bab berikutnya yakni mengenai Kajian
Pustaka, Teori, Konsep dan Model Penelitian.
Rencana Pelaksana Pembelajaran
Landasan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah PP Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 20.
Disebutkan dalam presentasi sosialisasi KTSP, perencanaan proses
pembelajaran meliputi silabus dan rencana pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya
tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, sumber belajar,
dan penilaian hasil belajar.
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah
rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran
untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan
telah dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas
mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) atau beberapa
indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih.
Alur
RPP: SK dan KD –> Silabus –> RPP
Sementara
komponen minimal dari RPP adalah:
- Tujuan Pembelajaran
- Materi Pembelajaran
- Metode Pembelajaran
- Sumber Belajar
- Penilaian Hasil Belajar
Untuk format dan langkah-langkah
menyusun RPP, silakan klik linknya Disini dan untuk Silabus
klik Disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar